Celoteh, Dialog Pribadi, Doa Pribadi, Harapan, Iman, Kasih, Pemimpi, Pujangga, Refleksi, Romantik, Status

Jelang Janji Suci

Malam jelang pernikahan, Jumat, 9 Oktober 2020.

Untukmu MACdG

Aku bersyukur kepada Tuhan, sejak pertama melihatmu di sebuah warung kecil pagi pagi, 1 Desember 2013, bayangan parasmu tidak pernah kulupakan hingga detik ini jika aku mengingatnya kembali.

Sejak hari itu, dalam perjalanan mobil ke Bogor, tidak bisa kulupakan juga. Pagi itu, aku tanyakan sarapan pagi, apakah disediakan snack pagi? Karena diriku belum sarapan.

Ternyata dari gereja Santo Arnoldus Janssen Bekasi berhenti dekat pom bensin. Kemudian baru kuketahui itu pom bensin Setia Kawan.

Dari situ mobil lainnya memberikan camilan pagi untuk mobil rombongan kita orang muda. Dalam perjalanan menuju Bogor, kudengar kamu bicara soal mobil penyok dan lain sebagainya.

Saat itu aku masih biasa saja. Hingga tiba di villa di Bogor. Ada misa bersama Romo pendamping FPP. Ya, rekoleksi seharian itu ternyata ada percakapan sekilas juga denganmu.

Mulai dari minta tolong proyektor, foto-foto, dan lainnya. Hingga di bawah pepohonan makan nasi kotak siang hari dengan beberapa peserta lainnya.

Tidak banyak yang dapat kuingat. Siang itu menjelang pulang, saya meminta kamu membungkus pisang rebus dan lain sebagainya yang tersisa dari acara rekoleksi saat itu.

Permintaanku siang itu membuatmu aneh, antara malu dan tidak mau membungkus snack sore untuk perjalanan pulang ke Bekasi. Waktu itu sempat hujan ketika sampai di gereja Arnoldus. Tidak banyak yang kusampaikan selain terima kasih.

Sejak malam itu, tidak banyak yang dibahas. Sampai akhirnya awal Januari 2014 aku meminta foto foto untuk kegiatan forum pelayanan penjara di tempat lain. Waktu itu entah bagaimana sampai akhirnya berlanjut pada pertemuan misa bersama di bulan Januari.

Banyak hal dan kenanangan ketika awal awal percakapan denganmu. Aku masih menyimpan sedikit banyak  percakapan itu.

Ya. 1 Desember 2013, 2014, 2015, 2016, 2017, 2018, 2019, dan hari ini menjelang 10 Oktober 2020. Aku dan kamu akan berkomitmen dalam Sakramen Pernikahan.

Aku tahu banyak kekurangan, mulai dari pikiran, perkataan, dan perbuatan. Aku tahu tidak sempurna untukmu.

Aku tahu masih suka marah, kesal, emosi, jika sudah dibuat pusing dan ribet dan sebagainya.

Aku meminta maaf kepadamu.
Aku mengasihimu.
Aku mengampunimu.
Aku menyayangimu.

Aku bersyukur kepada Tuhan karena kita sudah dipertemukan dan melewatkan banyak kenangan yang lalu.

Esok, 10 Oktober 2020, jika Tuhan menghendaki kita berdua melaksanakan ikatan janji suci pernikahan satu kali untuk selama lamanya.

Aku memohon kepada Tuhan untuk mengaruniakan cinta kasih-Nya untukku dan untukmu agar kita terus bersama dalam suka dan duka, dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit.

Pada malam ini aku mau sampaikan terima kasih. Terima kasih karena kamu mau bersamaku selama ini. Esok kita mulai lagi awal baru bersama dalam ikatan suci. Aku mau menjagamu.

Mohon maaf karena aku banyak kekurangan, tidak sempurna, dan lain sebagainya.

Semoga Tuhan senantiasa membimbing dan menyertai langkah dan hari hari kita ke depan.

Tuhan Yesus memberkati kita.

SYMSP to MACDG

19A, Jabu Bona, Harapan Jaya, Bekasi Utara, Jawa Barat.

Dialog Pribadi, Dialog Sesama, Doa Pribadi, Harapan, Iman, Kasih, Komunal, Kutipan, Pemimpi, Pujangga, Refleksi, Religi, Status

Apakah Saya Mampu, Tuhan?

Sharing Refleksi Pribadi

Pada kalender liturgi hari ini saya diinspirasi oleh Injil Yesus Kristus menurut Matius 25:31-46.

Betapa bahagianya membayangkan ketika Anak Manusia datang dalam kemuliaan dan semua malaikat datang bersama-sama dengan Dia. Ia bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya dan semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya.

Saya membayangkan juga ketika Raja itu akan memisahkan mereka seorang daripada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing. Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya.

Saya bergembira membayangkan ketika Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan.” Saya sangat bersyukur bahagia seandainya saya termasuk dalam kelompok domba-domba-Nya dan masuk ke dalam hidup yang kekal.

Namun saya merasa takut ketika membayangkan Raja itu saat berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: “Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah disediakan untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.” Saya menjadi takut seandainya saya berada dalam kelompok kambing-kambing yang akan masuk ke tempat siksaan yang kekal.

Pertanyaan dari orang-orang benar maupun orang-orang terkutuk dalam Injil kali ini menarik perhatian saya juga. Dalam refleksi ini, sekilas saya teringat ketika beberapa kali memberi makan, minum, dan pakaian kepada saudara Yesus yang paling hina di dunia ini menurut versi saya saat menjumpai orang-orang tersebut waktu itu.

Saya juga pernah beberapa kali melawat orang yang sakit dan mengunjungi penjara beberapa kali.

Namun satu yang belum saya penuhi yaitu memberi tumpangan kepada seorang asing dari saudara-saudari yang Yesus maksudkan itu. Saya akui hingga detik ini saya belum dapat memberikan tumpangan kepada orang asing.

Saya bernegosiasi dalam doa, “Tuhan, bagaimana seandainya saya belum memenuhi semua kehendak-Mu? Apakah cukup beberapa kali sajakah? Ataukah mesti semuanya saya penuhi kehendak-Mu sesuai dalam Matius 25:35-36?

Saya akui secara pribadi hanya beberapa kali saja memberi makan, minum, dan pakaian kepada orang lain. Itu pun saat di jalan raya ketika tergerak oleh suara hati yang mendorong saya untuk berbagi sesama. Tapi saya menyadari bahwa saya termasuk orang yang lebih sering diberi makan, minum, dan pakaian dari orang lain. Jadi lebih banyak diberi ketimbang memberi.

Saya pribadi termasuk orang yang hanya beberapa kali saja pernah melawat orang-orang yang sakit. Saya pernah juga mendapatkan kunjungan dari orang lain ketika saya mengalami sakit.

Saya mengakui bahwa saya hanya beberapa kali dapat berkesempatan mengunjungi penjara, baik bersama komunitas, maupun personal. Namun saya akui juga, justru saya yang pernah mengalami “penjara diri”.

Saya akui, saya pribadi juga termasuk orang yang belum dapat melihat Yesus dalam diri seorang asing dan memberikannya tumpangan. Sementara itu saya pribadi termasuk orang yang bukan hanya pernah merasakan menjadi orang asing, tapi juga pernah mendapatkan tumpangan dari orang lain.

Injil hari ini menginspirasi saya, pertama, Tuhan menghendaki saya untuk lebih memperhatikan orang asing, pengungsi, dan orang-orang hina yang Yesus maksudkan. Yesus juga menghendaki agar saya melakukan tindakan aksi nyata dalam masa prapaskah ini.

Kedua, saya didorong untuk terus melakukan kehendak Yesus dalam memberikan makan, minum, pakaian kepada orang-orang yang sangat membutuhkan, serta melawat orang sakit, dan mengunjungi penjara. Semua itu dilakukan bukan hanya dalam masa pertobatan prapaskah saja, tapi juga pada waktu lainnya dilakukan untuk memuliakan Yesus, bukan untuk kepetingan diri sendiri.

“Tuhan, apakah saya mampu untuk senantiasa melakukan kehendak-Mu?”

.

Terpujilah Engkau Tuhan, Raja penuh kemuliaan kekal. Kami bersyukur untuk rahmat cinta kasih-Mu yang tercurah setiap waktu dalam hidup kami. Kasihanilah kami, Tuhan, karena kami belum sepenuhnya melaksanakan kehendak-Mu. Tuhan Yesus, untuslah kami kepada saudara-saudari-Mu yang paling hina di dunia ini.

Tuhan, jadikanlah kami saluran kasih-Mu bagi mereka yang lapar, haus, telanjang, sakit, asing, dan dalam penjara. Terangilah kami senantiasa dengan karunia Roh Kudus-Mu agar terlaksanalah kehendak-Mu dalam sikap dan perbuatan hidup kami. Dimuliakanlah Engkau, Tuhan di atas takhta kemuliaan, sekarang dan selama-lamanya. Amin.

.

@Harapan Jaya-Bekasi Utara, 02 Maret 2020, Senin Prapaskah I

S.Y. Melki S.P.

Celoteh, Dialog Pribadi, Dialog Sesama, Doa Pribadi, Harapan, Iman, Kasih, Komunal, Kutipan, Pemimpi, Pujangga, Refleksi, Religi, Sosial

Hati-hati Mencobai Tuhan

Sharing Refleksi Pribadi

Pada bacaan kalender liturgi hari ini, saya diinspirasi oleh Sabda Allah dari Surat Rasul Yakobus 1:1-11 dan Injil Yesus Kristus menurut Markus 8:11-13, khususnya ayat 11 ini, “Muncullah orang-orang Farisi dan bersoal jawab dengan Yesus untuk mencobai Dia mereka meminta dari pada-Nya suatu tanda dari surga.”

Saat merefleksikan bacaan hari ini, saya teringat peristiwa bersejarah pada tahun 2010. Saya pernah mencobai Tuhan dengan meminta tanda atau bukti nyata dari Dia maupun dari surga.

Waktu itu saya mencobai Tuhan ketika menjadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta Pusat. Saat itu saya begitu mendalami tentang pengetahuan, spiritualitas, dan dogma agama Katolik.

Beberapa mata kuliah di satu sisi meneguhkan iman saya, namun di sisi lainnya saya sebagai seorang mahasiswa yang kritis, mengambil jarak akan suatu premis mayor dan minor yang diakui pada umumnya, termasuk ajaran iman kristiani.

Suatu hari dalam studi mata kuliah pagi hari, saya merasa seperti disapa Tuhan. Ada suara yang saya yakini sebagai “suara misteri ilahi”.

Pagi itu, saya kaget dan terkejut heran akan pernyataan “suara” itu. Saya pun menjadi sedih, bercampur keheranan, dan juga galau akan “suara” itu. Hati saya tiba-tiba begitu menyesal sekali karena saya sudah mencobai Tuhan.

Satelah mendengar “suara” itu, saya menjadi gelisah. Ada dorongan kuat untuk kemudian meminta izin meninggalkan kelas mata kuliah logika pagi itu. Saya pun berjalan keluar kelas sambil menahan air mata yang mulai membasahi pipi saya.

Saat gelisah saya teringat akan dosen yang ada di fakultas jurusan studi saya saat itu. Kemudian saya segera menghadap dosen pembimbing akademik pada pagi itu. Dua dosen yang saya temui saat itu agak terlihat heran karena saya datang sambil menangis pagi-pagi.

Saya meminta kepada mereka agar saya dapat berkonsultasi dengan Pastor Pembimbing Rohani. Mereka sempat meminta saya menunggu karena keduanya mencari imam yang siaga pagi-pagi. Pagi itu juga saya pun direkomendasikan untuk mendatangi salah satu kantor di Jalan Taman Cut Mutiah Jakarta dan menjumpai salah satu imam di sana.

Dalam perjalanan dari kampus Semanggi menuju daerah Tugu Tani, saya merasakan kesedihan dan keheranan diri. Saya tidak menyangka ada “suara” yang menyapa saya pagi itu.

Sesampai di sana, kemudian saya sempat bertanya jawab dan menanyakan perihal “suara” itu dengan Romo yang direkomendasikan oleh dosen saya. Dalam obrolan singkat saya mendapatkan beberapa jawaban yang meneguhkan. Ia meminta saya untuk berdoa kepada Tuhan untuk mendapatkan jawaban langsung dari-Nya yang sesuai kehendak Tuhan.

Beberapa waktu lamanya sama masih bergumul akan “suara” misterius itu. Saya yang suka bersikap kritis tetap mempertanyakan hal itu. Saya terlalu rasionalitas. Waktu itu saya pikir, persoalan-persoalan yang saya hadapi belum juga terselesaikan, Tuhan belum hadir menyelesaikannya.

Saya tetap mencobai Tuhan dengan berbagai pertanyaan kritis, kira-kira demikian: “Apa maksud “suara” itu? Apakah Tuhan akan menyeselaikan masalah saya? Di mana Engkau, Yesus?”

Singkat cerita, pada tahun yang sama, saya pun akhirnya baru mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi saya. Ketika saya dirawat di rumah sakit swasta di Jakarta pada tahun 2010 itu, saya mengalami “sapaan” Tuhan lagi.

Saya mengakui pada tahun 2010 itu merupakan puncak dari pergumulan dan pengakuan iman saya kepada Yesus. Dalam banyak pertanyaan saya sering bertanya-tanya, “Tuhan apakah Engkau sungguh ada dan nyata bagi saya?”

“Jika memang Engkau ada, nyatakanlah diri-Mu sedikit saja bagi hidup saya agar saya dapat menjadi lebih percaya penuh beriman kepada-Mu. Datanglah menolong saya menyelesaikan masalah-masalah yang saya hadapi ini.”

Pertanyaan saya yang menggugat Tuhan saat itu banyak sekali, karena saya bergumul akan beberapa pokok masalah, yang waktu itu kata kuncinya yaitu: Keluarga, Kuliah, Karir, Kekasih, Keuangan, Komunitas, dan lain sebagainya.

Dalam refleksi ini saya menyadari, mungkin kala itu saya seperti Rasul Santo Tomas yang ingin mencucukkan jari tangannya pada bekas luka di tangan dan lambung Yesus. Demikian pula saya ingin Tuhan sendiri datang menolong persoalan-persoalan hidup saya. Kira-kira itulah yang saya refleksikan terkait “mencobai Tuhan” pada bacaan liturgi hari ini.

Singkat cerita, ketika dirawat di rumah sakit di Jakarta pada pertengahan tahun 2010 itu, saya mengalami satu peristiwa yang tidak pernah saya lupakan seumur hidup saya.

Suatu pagi atau siang hari waktu itu, ketika saya dikunjungi seorang perawat, saya tiba-tiba seperti tercekik pada bagian leher saya. Awalnya saya dan perawat itu ngobrol biasa. Namun suatu keadaan menyiksa sekali pada diri saya waktu itu.

Leher saya seperti tercekik. Lidah saya tiba-tiba tegang. Saya juga sulit berbicara. Nafas saya seperti mau berhenti. Menurut mereka, saya dikiranya kejang ayan, tapi saya dan keluarga tidak memiliki riwayat penyakit itu.

“Akkkkk.. aagggg..a..aaa..a…,” teriak saya gagap minta tolong.

Dalam keadaan mencekam itu saya berpikir dalam hati bahwa saya akan hampir mati dan mungkin akan berakhir kehidupan saya ini. Saya meminta tolong pada suster perawat itu, namun saya kesulitan berbicara. Saya sempat melihat perawat itu panik dan memanggil rekannya yang lain.

Ketika terhimpit dalam situasi yang hampir mati, saya tidak bisa berbicara lagi secara lisan. Namun ada satu kesadaran di otak saya. Saya sadar sekian detik untuk memanggil Tuhan dan dengan cepat berdoa dalam hati kepada-Nya.

Dalam hati saya berteriak meminta pertolongan pada Tuhan. Saya mengatakan waktu itu kira-kira demikian, “Tuhan, tolong saya, ampuni saya. Tuhan Yesus saya mengakui Engkau sebagai Tuhan. Ampunilah dosa-dosa saya.”

Saking terjepitnya saya dalam suasana yang mencekam saat itu, saya berteriak dalam otak saya, “Bunda Maria, ampuni saya, kasihanilah saya. Saya mohon ampun, saya percaya padamu dan Tuhan Yesus.”

Entah pertolongan dari mana, sejak saya mengatakan demikian, dari ujung kepala saya seperti ada suatu aliran yang saya tidak tahu asalnya dari mana, mengalir hingga melegakan nafas saya. Saya tidak mengetahui lagi kalau ada pertolongan dari perawat saat itu karena saya sudah tidak bisa melihat situasi kelam saat itu.

Namun yang saya sadari, setelah mengakui Yesus sebagai Tuhan dan memohon ampun pada-Nya, saya mendapatkan kelegaan. Nafas saya perlahan-lahan kembali saya rasakan. Roh dan jiwa saya, yang saya kira akan berakhir seperti kembali ke tubuh saya dari ujung kepala mengalir sampai saya mengalami lemas.

Saya merasakan leher saya seperti terlepas dari jeretan tali atau dari tangan yang mencekik. Saya kemudian terbaring beberapa waktu lamanya.

Pengalaman waktu itu tidak pernah saya lupakan. Saya sangat percaya ada kuasa Yesus yang mengalir pada saya waktu itu. Yesus menolong saya, menyembuhkan, dan memulihkan saya waktu itu. Saya merasakan Tuhan mengasihi saya.

Saya meyakini, Tuhan memberikan saya kesempatan hidup waktu itu. Kalau bukan pertolongan langsung dari-Nya dan mungkin juga dari sigapnya para perawat yang panik saat itu mungkin saya tidak bisa bernafas lagi.

Puji Tuhan, sejak hari itu, cara pandang dan cara saya beriman pada Tuhan Yesus diubah. Saya gagal saat mau menjadi ateis.

Saya menyadari dan mengakui iman saya, bahwa ‘Yesus sungguh Allah, sungguh manusia’. Kuasa-Nya sungguh nyata bagi orang yang percaya dan dikasihi-Nya.

Sejak hari itu, saya percaya penuh pada Tuhan. Persoalan hidup saya agak lebih enteng saya hadapi.

Kuliah mata logika semester itu mendapat nilai cukup memuaskan. Iman dan akal budi saya diperbarui oleh Tuhan. Sementara itu, salah satu mata kuliah lainnya pada semester genap kala itu mendapat nilai H (hutang) karena terdampak banyaknya beban persoalan saat itu.

Oleh karena kondisi kesehatan yang belum pulih benar, saya akhirnya cuti satu semester ganjil. Saya menjalani pemulihan seraya merenungkan kembali semua peristiwa yang terjadi pada waktu itu.

Saya akui proses perkembangan iman saya tidak instan. Persoalan-persoalan hidup yang saya hadapi belum dapat terselesaikan semua. Namun satu hal yang saya yakini bahwa masalah utama saya terkait keimanan saya kepada Yesus terjawab sudah.

Iman dan akal budi saya mulai diperbarui oleh curahan rahmat cinta kasih Tuhan untuk saya. Dalam perjalanan waktu, saya pun dapat menyelesaikan studi kuliah saya dengan tugas akhir terkait “Allah Tritunggal” dan hasilnya cukup baik. Persoalan hidup saya perlahan-lahan dipulihkan Tuhan.

Saya bersyukur bahwa Tuhan Yesus hidup dan nyata dalam kehidupan pribadi saya. Saya setuju dengan pernyataan Surat Yakobus hari ini yang mengatakan, “Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun.” (Yak 1:2-4)

Dalam refleksi hari ini, saya iseng mengajukan pertanyaan kepada Tuhan dalam doa. Tuhan, apakah saya masih suka meragukan Engkau dan kuasa-Mu? Apakah saya telah sungguh-sungguh percaya dan beriman sesuai dengan kehendak-Mu?

.

Terpujilah Engkau, Yesus, Tuhan dan Juruselamat hidup kami. Kami bersyukur kepada-Mu untuk pengorbanan-Mu di kayu Salib bagi dosa-dosa kami. Tuhan Yesus, ampunilah kami yang masih meragukan kuasa cinta kasih-Mu untuk hidup kami.

Tuhan Yesus, kami sungguh menyesali karena dalam hidup ini masih meminta tanda dan kuasa dari surga, serta acapkali mencobai Engkau. Tuhan, kami mohon terangilah kami dengan karunia Roh Kudus-Mu, sehingga kami senantiasa beriman, memuji dan memuliakan Engkau dalam kesaksian hidup kami. Dalam kasih-Mu, Yesus, kami percaya Engkau mengasihi kami kini dan selamanya. Amin.
.

@Harapan Jaya, Bekasi Utara, 17 Februari 2020, Senin Pekan Biasa VI, PF Ketujuh Saudara Suci, Pendiri Ordo Hamba-Hamba Maria

S.Y. Melki S. Pangaribuan

.

Refleksi saya lainnya dapat dibaca pada link berikut ini:

https://hatiyangbertelinga.wordpress.com/category/refleksi/

atau klik gambar logo blog saya di atas.
Terima kasih.

Celoteh, Dialog Pribadi, Dialog Sesama, Doa Pribadi, Harapan, Iman, Kasih, Komunal, Kutipan, Pemimpi, Pujangga, Refleksi, Religi, Romantik, Sosial

Kuasa Jumbai Kuasa-Nya

Permisi.. mohon minta waktunya untuk Sharing Refleksi Pribadi saya kali ini yang agak panjang. Meskipun tidak sepenuhnya dapat diceritakan secara lebih ekspresif saat bertemu secara langsung.

Namun kurang lebih inilah yang ingin saya bagikan tentang kebaikan Tuhan melalui kesempatan berbagi tulisan refleksi kali ini terkait bacaan Injil pada kalender liturgi hari ini.

Terima kasih sebelumnya. Tuhan memberkati.

Sharing Refleksi Pribadi

Pada bacaan kalender liturgi hari ini saya merefleksikan Injil Yesus Kristus menurut Santo Markus 6:53-56.

Saya membayangkan sosok Yesus yang terkenal seperti selebritas. Dikagumi, dihormati, dan dicari orang banyak karena ingin disembuhkan oleh kuasa-Nya. Banyak orang yang sudah mengenal Dia dan mengejar-Nya untuk mendapatkan kesembuhan.

Saat merefleksikan bacaan Injil untuk hari ini, saya bertanya-tanya dalam doa, “Tuhan, apakah saya dapat menjamah jumbai jubah-Mu agar disembuhkan saat ini juga? Dalam sarana apakah saya boleh menjamah jumbai kuasa-Mu?

Kalau saya diperbolehkan menjamah jumbai kuasa-Mu, Tuhan, apakah saya termasuk seperti orang Genesaret? Yang ke mana pun Engkau pergi, ke desa-desa, ke kota-kota, atau ke kampung-kampung, orang meletakkan orang-orang sakit di pasar dan memohon kepada-Mu, supaya mereka diperkenankan hanya menjamah jumbai jubah-Mu saja. Dan semua orang yang menjamah-Mu menjadi sembuh. (bdk. ayat 56)

Saat jauh hari menyiapkan refleksi kali ini, saya terlintas untuk membandingkan Tzitzit yang melekat pada empat penjuru kain atau pakaian ibadah Yahudi dengan ujung kain velum yang digunakan dalam perarakan Adorasi Ekaristi dalam Gereja Katolik.

Apakah Tzitzit [tsitsit] atau jumbai khusus yang digunakan dalam ritual keagamaan Yahudi boleh disamakan dengan kain velum yang dipakai imam pada saat perarakan monstrans Ekaristi Mahakudus?

Saya teringat akan kain velum yang merupakan pakaian liturgi berbentuk menyerupai jubah panjang, terbuka dibagian depan dan dikancingkan pita atau jepitan yang digunakan imam saat membawa mostrans/sibori pada saat Salve dan perarakan Sakramen Ekaristi Mahakudus (Kamis Putih atau Adorasi).

Saya melihat kain velum yang kira-kira berukuran persegi dengan lebar dan panjangnya antara 2-3 meter itu suka diburu dan dinantikan umat saat Adorasi Ekaristi. Biasanya jumbai atau ujung lembar kain velum disentuh untuk mendapatkan kuasa mukjizat dari Tuhan secara langsung.

Saat Adorasi Ekaristi banyak yang ingin sekali menjamah jumbai kain velum monstrans yang digunakan imam saat memberkati umatnya. Banyak yang menantikan imam pembawa monstrans Ekaristi Mahakudus itu melewati persis di depan mereka, termasuk diri saya.

Dalam refleksi ini saya juga teringat akan suatu pengalaman yang berkeyakinan ingin menjamah jumbai jubah Yesus, tetapi dengan menyentuh ujung kain velum monstrans pada saat Adorasi Ekaristi di Jakarta, Selasa, 4 Desember 2018.

Saya bertanya pada Tuhan, apakah saatnya saya ceritakan tentang kebaikan-Mu kepada keluarga, kerabat, dan sanak saudara? Apakah tidak apa-apa jika saya bagikan pengalaman yang indah ini?

Apakah tulisan yang saya sampaikan akan memuliakan dan memuji Engkau?

Saya merasa ada dorongan dari dalam hati bahwa Tuhan ingin saya membagikan pengalaman indah dengan-Nya dalam perjumpaan pribadi melalui Adorasi Ekaristi Sakramen Mahakudus. Intinya waktu itu saya katakan dalam hati, “Tuhan, saya tidak ingin minta ini itu, tapi saya mohon berikanlah saya yang terbaik sesuai kehendak-Mu.”

Saya berkeyakinan – mencontoh iman – wanita yang 12 tahun sakit pendarahan yang disembuhkan Yesus ketika menjamah jumbai jubah-Nya saja. Dalam suatu kesempatan Adorasi saya pun memberanikan diri menjamah ujung kain velum monstrans itu seraya berdoa, penuh hormat menyembah dan mengucap syukur kepada Tuhan. Saya meyakini dengan menjamah ujung kain velum itu sama saja dengan menyentuh jumbai jubah kuasa Yesus.

Kegiatan Adorasi Ekaristi pada awal bulan Desember 2018 itu tidak dapat saya lupakan karena Tuhan memberikan saya kesembuhan melalui Sakramen Ekaristi Mahakudus, Tubuh Kristus.

Apakah saya langsung menjadi sembuh saat menjamah ujung kain velum dalam perarakan monstrans Adorasi Sakramen Ekaristi saat itu? Ya, yang saya alami waktu itu adalah saya merasakan ketenteraman penuh damai pada pikiran dan hati saya.

Meskipun awalnya saya belum menyadari betul ada kuasa penyembuhan Tuhan hingga didoakan oleh imam dalam doa penyembuhan pada Adorasi Ekaristi sore itu.

Imam itu mengatakan bahwa “‘ada seseorang yang sakit pada pinggangnya dibagian tulang belakangnya yang saat ini Tuhan telah jamah dan menyembuhkan penyakitnya itu, mulai saat ini juga dan untuk seterusnya.'”

Saya mengira perkataan imam itu bukan ditujukan kepada saya, karena begitu banyaknya umat yang hadir. Tetapi ketika berdiri setelah perarakan Adorasi Ekaristi saat itu, saya seperti merasakan ada sesuatu yang aneh pada pinggang saya.

Pada awal-awalnya, saya belum menyadari benar ketika tidak lagi merasakan nyeri atau kesakitan pada saat mau berdiri tegak. Namun dalam perjalan pulang saya mengatakan kepada kekasih saya waktu itu, “Mon, sepertinya ada yang aneh deh sama pinggang gue, tapi gimana gue ungkapinnya ya? Gue sulit jelasin sekarang, tapi pokoknya ada aneh sama badan gue.”

Saat berjalan ke parkiran saya mencoba gerak-gerikan pinggang saja. Saya merasakan ada kelegaan, enteng, ringan, dan seperti tidak ada masalah lagi pada pinggang saya. Padahal sejak tahun 2015 saya mengalami kesulitan saat bangun dari duduk, atau sehabis bersila, atau (maaf) saat berdiri dari jongkok di toilet.

Pada malam itu dalam perjalanan pulang ke Bekasi, pinggang saya tidak merasakan nyeri atau pegal linu, kesakitan yang biasanya saya alami. Saya merasa seperti ada yang mencabut semua kesakitan saya itu.

Ketika di rumah pun saya merasa bersyukur dalam keheranan yang tak terucapkan. Saya sempat bertanya, Tuhan ada apa dengan saya? Apakah benar yang saya alami ini?

Beberapa waktu lamanya saya masih penasaran di satu sisi, namun di satu sisi lainnya saya terus bersyukur karena saya tidak mengalami lagi kesulitan gerakkan badan saya seperti sebelumnya yang saya alami. Misalnya, kesulitan berdiri dari posisi duduk.

Hampir tiga tahun sejak Maret tahun 2015, kalau mau hendak berdiri tegak, saya harus perlahan-lahan bangunkan setengah badan saya dengan posisi 45 derajat dulu atau sedikit bungkuk. Baru kemudian dari 45 derajat baru ditegakkan perlahan-lahan ke 55 derajat, lalu 75 derajat, hingga tengak lurus berdiri. Rasanya begitu mengganggu.

Proses perpindahan derajat badan itu tidak lagi saya alami. Hingga pada detik saat ini saya langsung bisa berdiri tegak tanpa mengalami kesulitan. Saya merasa sukacita, namun keheranan dengan penuh tanya, Tuhan sungguh benarkah yang saya alami ini?

Sejak malam itu saya merasa sukacita, seperti disinari terang iman saya, juga pikiran dan hati saya kepada Tuhan. Ibarat orang yang dicelikan mata rohaninya. Demikian juga yang saya yakini mengalami mukjizatnya itu setelah Adorasi Ekaristi malam kala itu.

Saya ingat beberapa tahun lalu, dari gangguan tulang belakang itu saya pernah diultrasonografi (USG) Abdomen pada seluruh bagian perut saya di salah satu rumah sakit swasta di Bekasi Utara. Saya terpaksa diperiksa USG setelah dirujuk ke poli penyakit saraf. Waktu itu, dokter ingin memastikan apakah ada pengaruh dari organ dalam perut saya.

Saya didiagnosa low back pain (nyeri di tulang belakang bagian bawah) oleh dokter puskesmas pada 22 November 2016. Esok harinya, saya berkonsultasi dengan dokter syaraf. Dari hasil pemeriksaan USG secara umum dinyatakan baik dan normal, tidak ada masalah di bagian dalam organ perut saya.

Namun dalam rentang waktu Maret 2015 hingga Desember 2018 saya menyadari pada bagian tulang belakang saya masih terasa mengganggu, misalnya ketika duduk bersila doa meditasi maupun saat duduk di lantai sambil mengetik laptop atau sedang mengendarai motor rasanya ada yang tidak enak di belakang badan saya.

Gangguan yang saya alami pada area bawah sekitar tulang tengah pinggang saya itu, terjadi sejak saya disuntik cairan bius oleh dokter bedah pada satu setengah tahun sebelumnya, tepatnya 16 Maret 2015. Tulang belakang saya disuntik bius untuk mengebalkan kaki saya yang hendak dioperasi oleh dokter bedah.

Dalam refleksi saya mengingat-ingat, mengapa saya harus mengingat peristiwa dioperasi waktu itu? Apa maksud Tuhan, mengingatkan saya akan operasi kala itu dengan kaitannya bacaan Injil kalender liturgi hari ini?

Saya menyadari bahwa Tuhan mengingatkan saya untuk melihat kebaikan kuasa-Nya dibalik saya harus menjalini operasi kecil. Jauh hari sebelum dilakukan operasi bedah kecil pada tahun 2015, saya memilki benjolan seukuran bola bekel dibagian bawah kulit paha kanan saya. Benjolan itu awalnya kecil seperti tumpukkan lemak, namun makin lama makin membesar saya sadari setelah lulus kuliah.

Waktu saya berkonsultasi dengan dokter Daddy, dia menyatakan ada lipoma di bawah paha kanan saya. Benjolan itu tidak ganas. Oleh karena itu dokter bedah itu menawarkan pilihan akan mengambil tindakan operasi kecil pada kaki saya.

Saya pun setuju. Saya berpikir, ketimbang semakin membesar nantinya maka sebaiknya saya juga mengurus administrasi rumah sakit dengan booking kamar sebulan sebelumnya.

Toh… menurut dokter Daddy, lipoma itu sulit dihilangkan dengan minum obat. Saya sempat katakan pada dokter bahwa saya pernah terapi sedot lintah pada benjolan di paha saya itu untuk mengurangi benjolan tersebut, namun hasilnya tidak mengecil juga.

Malahan makin membesar benjolannya itu, meskipun darah saya telah disedot oleh beberapa lintah yang digunakan pada pengobatan tradisional di jalan raya Jatinegara, Jakarta Timur.

Pada tanggal 15 Maret 2015 sore, saya akhirnya menginap di rumah sakit pemerintah di Kota Bekasi. Saya diminta puasa beberapa jam sebelumnya karena sudah menjadi ketentuan sebelum dilakukan bedah operasi.

Keesokan harinya, saya dibius pada titik tengah tulang belakang badan saya. Operasi pun berjalan lancar hanya beberapa menit saja. Pada sore harinya, 16 Maret 2015, rasa kebas pada bagian kaki mulai hilang.

Seraya bercanda, dokter mengatakan bahwa saya harus bisa kentut dulu baru boleh pulang. Pada malam harinya saya dapat kentut dan kemudian boleh makan dan minum. Lalu esok harinya saya dibolehkan pulang ke rumah, 17 Maret 2015.

Meskipun belum benar siuman pada kedua kaki saya. Ada sesuatu yang tidak enak di area antara tulang punggung tengah bagian bawah. Posisi titik sakitnya terjadi pada tulang belakang, berjarak satu jengkal (maaf) dari anus. Di situlah yang menjadi bagian titik jarum suntik masuk membius badan saya.

Setelah operasi pada 16 Maret 2015, rasa nyeri itu hilang dan muncul silih berganti. Kalau lama berjalan atau duduk terlalu lama akan terasa nyeri low back pain itu melanda tulang belakang bawah saya. Selama dua puluh bulanan sejak disuntik bius saya tidak mengetahui bahwa saya mengalami gejala low back pain hingga diperiksa pada 22 November 2016.

Dan dalam rentang 45 bulanan sejak operasi lipoma saya merasakan gangguan di tulang belakang bagian bawah hingga saya mengalami kesembuhan oleh kuasa Tuhan pada malam “Adorasi Ekaristi dan Doa Penyembuhan” yang diadakan di salah satu hotel di Jakarta, pada hari Selasa, 4 Desember 2018.

Singkat cerita, berkaitan dengan bacaan liturgi hari ini, saya meyakini bahwa saya mengalami kuasa mukjizat dari Tuhan ketika mengikuti Adorasi Ekaristi pada 4 Desember 2018. Sejak malam itu hingga detik ini saya tidak pernah lagi ada gangguan pada tulang belakang tengah di bagian bawah dekat area pinggang saya.

Saya bersyukur Tuhan Yesus memberikan kesembuhan pada saya melalui Adorasi Sakramen Ekaristi Mahakudus malam itu. Saya mengakui bahwa tadinya (dari saat Adorasi Ekaristi pada bulan Desember tahun 2018 hingga Desember tahun 2019) saya belum yakin betul disembuhkan oleh Yesus.

Tetapi dalam perjalanan waktu ke waktu, hari berganti hari, minggu berganti bulan, dan hingga detik ini, saya tidak merasakan nyeri low back pain tersebut sejak 4 Desember 2018 sore itu.

Seorang imam misionaris meneguhkan saya terhadap pergumulan kesembuhan yang saya alami. Dia meminta saya merenungkan Lukas 1:37, “Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.”

Ya, saya meyakini juga bagi Allah tidak ada yang mustahil untuk kesembuhan yang saya alami sampai dengan detik ini. Saya juga meyakini, tanpa harus diperiksa lagi kebenaran medisnya saya yakin telah dijamah oleh kuasa Yesus.

Saya terus meyakini bahwa kuasa Tuhan Yesus masih berkarya pada orang-orang yang beriman, yang mengasihi Dia, dan dicintai-Nya.

Di akhir refleksi, saya bertanya kepada Yesus, “Tuhan, apakah saya termasuk seperti orang-orang sakit di Genesaret, yang hanya menginginkan menjamah jumbai jubah-Mu saja agar disembuhkan? Apakah sakit-penyakit jasmani maupun rohani, dan masalah-masalah yang saya hadapi, Engkau akan sembuhkan dengan cara baru atau dengan sarana lainnya?

.

Terpujilah Engkau Tuhan Yesus Kristus Maharahim dan penuh belas kasih pada kami anak-anak-Mu. Kami bersyukur untuk rahmat cinta-Mu kepada kami setiap waktu. Tuhan Yesus, terima kasih untuk kuasa mukjizat-Mu yang boleh kami alami dalam hidup ini, mulai dari bernafas, segala aktivitas harian kami, dan dalam berbagai macam karya dan usaha kami lainnya.

Tuhan ampuni kami yang masih meragukan kuasa-Mu oleh karena kami belum dapat mengalami mukjizat dari-Mu. O Yesus, kasihanilah kami yang selalu memohon kesembuhan dan pemulihan pada fisik maupun rohani kami tanpa sungguh percaya dalam tindakan nyata perbuatan kami.

Tuhan, tolong tambahkan secuil saja iman kami untuk dapat menjamah jumbai jubah kuasa-Mu, agar kami boleh memperoleh pertolongan-Mu sehingga kami menjadi semakin beriman, bersaksi akan kebaikan kasih-Mu, dan senantiasa memuji kemuliaan-Mu. Dalam kasih-Mu Yesus, kami yakin dan percaya Engkau selamatkan hidup kami. Amin.

.

@Harapan Jaya, Bekasi Utara, 10 Februari 2020, Senin Pekan Biasa V, PW S. Skolastika, Perawan.

S.Y. Melki S. Pangaribuan

.

Celoteh, Dialog Pribadi, Dialog Sesama, Doa Pribadi, Harapan, Iman, Kasih, Komunal, Kutipan, Pemimpi, Pujangga, Refleksi, Religi, Romantik, Sosial, Status

Fajar, Terang, Garam Bagi Saya

Sharing Refleksi Pribadi

Pagi ini saya mengikuti misa pertama pukul 06.00 WIB di Gereja Santa Clara, Bekasi Utara. Pagi ini saya sengaja tidak sempat melihat bacaan Injil kalender liturgi hari Minggu Pekan Biasa V.

Saya berpikir, toh nanti akan dibacakan dalam misa. Saya cukup memperhatikan saja saat petugas liturgi membacakan bacaan pertama dan kedua, serta imam yang membacakan Injil Matius 5:13-16.

Ketiga bacaan Minggu pagi ini cukup singkat, saya akui kurang mendengar dengan baik karena speaker audionya agak bergema seperti di auditorium. Namun saat homili saya diperjelas oleh Renungan dari Pater RP Kristinus C Mahulae OFMCap.

Ada beberapa kata kunci yang saya ingat.
Pertama, terang seperti fajar. Kedua, garam yang dikaitkan dengan bumbu masakan dapur. Ketiga, perbandingan ahli taurat dan farisi yang dikaitkan dengan kotbah Yesus di bukit (bdk. Matius 7:29).

Keempat, tentang terang ibarat lampu yang padam di dalam ruangan dan juga pelita dari minyak zaitun yang digunakan orang Yahudi menerangi ruangan rumahnya. Kelima, berkaitan dengan Tahun Keadilan Sosial 2020 Keuskupan Agung Jakarta dengan dikaitkan Yesaya 58:7-10.

Dari sekian banyak kata kunci yang saya ingat itu, ada beberapa yang saya mau bagikan terkait refleksi saya hari ini.

Satu, menjadi seorang pengikut Yesus, atau sebagai pewarta kabar gembira, mesti menyadari betul bahwa jadilah terang itu seperti fajar di pagi hari sebelum matahari terbit. Terang fajar itu menjadi bagian penting untuk disadari sebagai orang yang mewartakan kebaikan Tuhan. Cahaya fajar itu lebih dulu tampak sebelum matahari muncul dari kejauhan, sunrise. Demikianlah yang saya pahami bahwa fajar mendahului matahari, maka menjadi saksi Kristus sebelum Kristus sendiri hadir bagi orang yang dijumpai dalam pewartaan.

Dua, menjadi garam, ibarat masak apa pun yang menggunakan garam mesti ditakar sesuai rasanya. Jangan berlebihan akan asin banget bahkan pahit. Atau terlalu sedikit maka akan masih hambar juga. Romo Kris di awal pengantar misa mengatakan, sekarang banyak orang takut garam karena akan mengganggu pada kesehatan. Demikian yang saya pahami, bahwa dalam mewartakan kasih Tuhan atau garam dunia mesti pas takarannya. Tidak berlebihan atau juga tidak sedikit juga saat membagikan cinta Tuhan yang dialami. Jadi mesti pas porsinya.

Tiga, tentang terang. Saya teringat akan tugas bimbingan spiritualitas Fransiskan oleh mantan dosen saya di Atma Jaya Jakarta, yang meminta saya merenungkan dan merefleksikan peristiwa terang pada untaian doa Rosario. Saya bersyukur Tuhan memberikan saya pencerahan dalam bacaan Injil hari ini. Baik terkait garam dan terang fajar.

Masih banyak yang ingin saya bagikan dari kelima kata kalimat kunci yang saya terima di atas, namun saya mengalami keterbatasan waktu untuk menulis refleksi ini lagi. Semoga bagi yang belum misa hari ini dapat membaca ketiga bacaan Injil kalender hari ini. Semoga Tuhan memberikan pencerahan bagi kita semua untuk senantiasa menjadi sarana garam dan terang kasih Tuhan.

Terpujilah Engkau, Tuhan kami Yesus Kristus, Sang Terang hidup kami. Terima kasih kami boleh diperkenankan menjadi bagian garam dan terang dunia. Kami mohon bimbinglah kami dengan terang Roh Kudus-Mu sehingga kami berani mewartakan cinta kasih-Mu kepada banyak orang. Dalam kasih-Mu Yesus kami berdoa dan memuliakan Engkau. Amin.

@Harapan Jaya, Bekasi Utara, Kalender Liturgi 09 Februari 2020, Minggu Pekan Biasa V

S.Y. Melki S. Pangaribuan

.

Celoteh, Dialog Pribadi, Dialog Sesama, Doa Pribadi, Harapan, Iman, Kasih, Komunal, Pemimpi, Pujangga, Refleksi, Religi, Romantik, Sosial, Status

Dari Romo John Masneno SVD

Bro bisa renungkan Lukas 1:37?

Lukas 1:37 *”Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.”*

[8/2 22.48] RP KVD John Masneno SVD: Nnt kembali indo sy tlp bro kr sptnya butuh pencerahan. Km lhlg meeting di Belanda
[8/2 22.49] RP KVD John Masneno SVD: Bro bisa renungkan Lukas 1:37
[8/2 22.49] Melki: Siap Mo
[8/2 22.50] Melki: Saya akn renungkan